Jumat, Desember 21, 2012

My-loving-books



Selama berada di bangku kuliah, bisa dihitung jari berapa kali aku membeli novel. Jangan dikira novel tak berguna, hanya sebagai hiburan. Aku mendapat banyak pelajaran hidup dari novel, sangat banyak. Itu alasan alami yang ada kenapa aku lebih suka novel dibandingkan cerpen, buku pelajaran, buku non fiksi apalagi puisi. Rasanya seperti mengunyah silver queen, kita cari cokelatnya yang bisa berefek menenangkan tapi disisi lain kita dapat kacang dan karemal yang lembut (makanan lagi -_-‘). Itulah kenapa novel adalah proyek terbesar dalam status kerjaan ‘mengoleksi’ku.

Tapi semua berakhir saat kuliah. (1)Karena sibuk? Aaahh.. klasik!

(2)Jadi, gak ada uang? Hmm.. bisa jadi. Mungkin karena setiap mendapat tunjangan untuk membeli buku, yang terpikir di otakku adalah membeli buku kuliah yang tebalnya luar biasa. Yang ada di otakku selama kuliah adalah mengejar, memahami, menafsirkan, mengerjakan, mentransfer semua ilmu yang dapat. Belum sampai pada tahap ‘sangat’ menikmati seperti ketika menikmati Harry Potter atau novel lain. Gak ada yang bikin ketagihan. Semua dibaca saat butuh. Tok!

Dan alasan lain, adalah (3)aku kehilangan setengah dari semua koleksi bukuku? Ah alay!

Nggak! Ini serius. Setelah beberapa kali kehilangan koleksi, aku mulai rajin mencatat semua buku yang ku beli. Kadang-kadang orang yang pinjam pun aku catat.

Alay ya! Lebay! Hiperprotektif!” Mungkin gitu teriak buku-bukuku.
Nggak lah, itu karena aku sayang kalian! Sangat..sangat sayang!”
(Ternyata penulisnya memang Alay. ahaha)

Kalau ada waktu luang (semasa kuliah) karena koleksi novelku tidak bertambah, terpaksa aku menyibukkan diri membersihakan perpustakaan mini ku. Sambil melihat-lihat catatan bukuku yang tersisa dan yang hilang, aku sampai bisa menangis.
Ini bukan karena alay! Siapa yang tidak sedih kalau barang yang dicintainya hilang. Terlebih perjuangan dalam mengumpulkan semua koleksi itu. Apalagi kalau yang hilang buku kesayangan. Aku pasti kejar sampai dapat. Fuihh…huh!

Sejujurnya aku menyesal. Menyesal Karena sudah mencatat semua buku-bukuku.
Aku bisa menangis kalau mulai mendata buku-buku koleksi tapi ternyata hilang, atau –bahkan- aku menemukan bukuku dalam keadaan berdebu sangking lamanya tak tersentuh.

Tapi kemudian,
Alasan realitisnya mulai aku pertanyakan pada diri sendiri.

Memang koleksi buku kamu itu buat apa? Di bawa mati?
Ahh.. ya nggak dibawa mati memang sih. Tapi loh, itu benda kesayangan kita. Bayangin apapun yang kita sayang hilang, udah gak ada. Sedih kan?



Nah, kalau begitu niat kamu membeli buku itu kenapa?
Karena aku suka, aku pengen banget dapat pelajaran, pengalaman, ilmu dan cita-cita yang gak pernah aku dapatkan di kuliah, sekolah, organisasi, yah pokoknya selama aku menjalani hidup.

Buku-buku yang hilang itu udah kamu baca? Udah dapat hikmahnya?
Ya udahlah, pasti kan kalau habis beli langsung baca toh

Kalau gitu, buku yang hilang itu lebih bermanfaat di tangan orang lain. Efek bagusnya, Alhamdulillah kamu gak pelit minjamin buku ke orang. Kan ada tuh, orang yang pelit banget kalau pinjamin buku. Yang gak boleh kusut lah, gak boleh terlipat lah, gak boleh tercoret lah, pokoknya sampai ngalahin menjaga al-qur’annya aja.
Itu karena dia sayang bukunya kan. Lagian aku juga begitu. Siapa yang mau benda kesayangannya rusak, lecek. Huh!

Nah, kalau gitu sekarang ketemu masalahnya. Kalau terlalu takut buku atau benda kesayangan kamu itu rusak. Now, ubah pandangan kamu. Bayangkan setelah kamu mendapat hiburan dari buku kamu. Setelah mendapatkan hikmah, setelah mendapatkan apa yang kamu inginkan. Buku itu berpindah tangan kepada orang yang juga menjaga buku itu. Menyampuli,membersihkannya dan mengambil hikmahnya. Bukannya menjatuhkan, merusak, merobek dan hal buruk lainnya.

Dalam diam aku terkejut dengan pikiranku sendiri. Dan sebelum aku mengakhiri dengan titik, aku ingin berucap mantap. Aku lega!


Kamis, Desember 20, 2012

Roll Down



Jadi begini rasanya tawa di mulut tapi di hati menangis. Hampa ya…
Hanya dengan mendengar ia di bicarakan, cukup menyesakkan…
Kalau teman yang bersalah aku tak seharusnya ikut tersakiti..
Kenapa aku terlibat dengan yang namanya ukhuwah ini…
Karena ternyata jika tak dipertahankan, rasanya jiwa ikut teriris…
Membengkak dan meradang karena dipendam…
Lagi-lagi… karena seorang teman di masa lalu

Tapi masih bagus, karena aku tak menangis karena cinta monyet, iya kan?
untuk masalah yang satu ini, aku menutup dulu yang namanya cari pengalaman
tak berguna, benar kan? harus benar!
karena yang kita cari adalah kebenaran

Membaca watak orang lain ternyata pun susah-susah-gampang
Dia yang bosan di masjid dan lari ke perpus
dia yang bosan di kelas dan lari ke masjid
dia yang bosan di kampus dan lari ke mall
dia yang bosan rame dan mulai menyendiri
sama-sama melakukan, tapi motif nya berbeda

lihat saja! hidupnya selalu gelisah, meski bukan dalam bentuk marah

Sabtu, Desember 15, 2012


Izinkan aku meniti diatas hamparan syurgamu
Bila saat ku pergi biarlah cintaku tetap di situ

Hakikat Bahagia


Bahagia itu dari dalam diri
Kesannya zahir rupanya maknawi
Terpendam bagai permata di dasar hati

Bahagia itu ada pada hati
Bertakhta di kerajaan diri
Terbenam bagai mutiara di lautan nurani

Bahagia itu ada di jiwa
Mahkota di singgahsana rasa
Bahagia itu adalah suatu ketenangan

Bila susah tiada gelisah
Bila miskin syukur pada Tuhan
Bila sakit tiada resah di jiwa
Bukankah Tuhan telah berfirman
Ketahuilah dengan mengingati Allah
Jiwa kan menjadi tenang

Kebahagiaan itu suatu kesyukuran
Bila kaya jadi insan pemurah
Bila berkuasa amanah
Bila berjaya tidak alpa
Bila sihat tidak lupakan Tuhan

Hakikatnya bahagia itu
Adalah ketenangan
Bila hati mengingati Tuhan

Semua insan kan mengerti
Maksud terseni Ilahi
Itulah zikir yang hakiki

unic- See you d IPT

10 Kata milik Praktikan – Labil



...

“Kalian ini labil, jawabannya ganti-ganti,”

Oke! itu ucapan asisten saya ketika kami menjalankan diskusi. Tapi ini tidak ada hubungannya dengan judul diatas. Judul diatas hanya untuk praktikan dengan maksud ‘labil’ sesungguhnya.
Menjadi mahasiswa farmasi dengan segala kegaduhan praktikumnya adalah pilihan tiap orang yang mendaftar di kampus ini. Perkara ia menyesal atau menikmatinya, ia toh menjalaninya.
Saya terinspirasi dari kami dan mereka yang masih merasakan ‘ganas’nya dunia praktikum, dan pada akhirnya akan mencicipi pula yang namanya ‘tugas akhir’. Setelah meng…..’gumam’ panjang lebar, akhirnya dibenak saya muncul sedikit ‘percikan’ ide. Saya memang bukan seseorang bisa melaksanakan semua kebaikan atau kata-kata ‘positif’ yang keluar dari mulut saya atau tertuang rapi dalam tulisan saya. Tapi setidak pembelajar yang baik mau membuat dirinya belajar dari penglihatan, pendengaran dan hati. Right?
Terlepas dari apapun posisi saya saat ini Praktikan? Asisten? Dosen? Laboran? Atau apapun lah, ini hanya pengamatan dan pembelajaran  saya. Saya tak menyudutkan ataupun berpihak  pada salah satu tokoh atau geng dalam hidup, tapi kerena judulnya ‘praktikan’ artinya saya mengamati tokoh tersebut (termasuk saya).
Praktikan sendiri definisinya, Peserta praktikum yang notabennya adalah mahasiswa yang masih aktif dan mengambil mata kuliah praktikum yang ada pada semester yang sedang berjalan. Biasanya mereka dibimbing oleh beberapa asisten yang telah ditunjuk atau dipercaya atau bahkan dites namun masih dalam batas pengawasan dosen. Ada 10 kalimat yang bisa dikeluarkan praktikan –terutama di kampus saya- yang saya rasa sesungguhnya membuat mereka menghambat semua langkah dan kerja mereka, bahkan mereka yang pintar sekalipun! Menurut saya, dengan semua ini bentuk masa depan yang terhambat bisa mengintai. Kenapa? Karena bagi saya, nilai kreativitas sebagai mahasiswa adalah poin penting dalam meningkatkan kualitas kita menjadi mahasiswa yang benar-benar mahasiswa.
1.     *Sigh*
Walaupun ini bukan sebuah pernyataan, tapi bahasa non-verbal bisa lebih powerful. Menghela nafas yang panjang di depan asisten atau dosen bisa diartikan banyak hal. Asisten atau dosenmu mungkin saja tidak peduli, tapi ia juga bisa menilai batas kemampuanmu lewat bahasa tubuh. 

2.     “Sudah saya kerjakan laporannya kok minggu lalu.”
Kalau kamu merasa menjadi orang yang paling sibuk dalam mengerjakan tugas, maka asisten atau dosenmu dapat dipastikan dua kali lebih sibuk (paling tidak, ia pasti memiliki tanggung jawab yang besar). Jadi, kita tidak bisa berasumsi bahwa semua laporan (atau skripsi) sudah diperiksa dalam sekejap. Jika memang butuh segera atau sangat penting, maka tunggu afirmasi dari mereka bahwa memang sudah selesai mereka kerjakan.

3.     “Pekerjaan saya belum selesai karena saya.....”
 Mencari-cari alasan saat melakukan kesalahan hanya akan menanamkan bibit ketidakpercayaan dari asisten atau dosenmu. Kesalahan yang sudah terjadi merupakan resiko yang harus dihadapi. Maka akui kesalahan dan yakinkan asisten atau dosenmu bahwa hal tersebut tidak akan terulang kembali.

4.     “Saya tidak tahu.”
Pertanyaan-pertanyaan dari asisten atau dosen memang kadang suka tricky. Tapi bukan berarti bisa dijawab dengan “tidak tahu.” Akan lebih baik jika kamu jawab dengan “Akan saya cari tahu.”

5.     “Ini bukan salah saya.”
Walaupun kesalahan tersebut sebenarnya bukan salahmu, pernyataan seperti “Kalau begitu, apa yang bisa kita lakukan untuk memperbaikinya,” akan lebih professional. Ajaklah asisten atau dosen dan rekan kerja yang lain untuk mencoba mencari akar permasalahan dan menyelesaikannya.

6.     “Saya nggak bisa lembur.”
Ada saatnya seorang praktikan harus lebih fleksibel dengan waktu. Tanamkan di diri bahwa belajar di suatu universitas bukanlah soal hitungan waktu. Kadang di luar jam kuliah atau praktikum kamu bisa mendapatkan informasi esensial yang mendukung pembelajaranmu.

7.     “Saya tidak bisa bekerja dengan dia.”
 Mengeluh tentang perilaku rekan lain merefleksikan sejauh mana kemampuanmu untuk beradaptasi. Jangan melimpahkan masalah ini ke asisten dan dosenmu. Kecuali jika masalah yang kamu hadapi berkaitan dengan perilaku yang illegal atau tidak etis, atasi secara professional bukan personal.

8.     “Dari dulu kita mengerjakannya seperti ini, kok.
 Kamu mungkin akan berhadapan dengan asisten dan dosen baru yang memiliki pandangan kerja berbeda. Hal terbaik yang bisa kamu lakukan adalah tetap berkontribusi dan buka pikiran. Saat muncul ide yang menurutmu kurang sesuai, jangan hentikan ide tersebut dengan negativitas. Katakan sesuatu seperti, “Saya rasa untuk masalah ini, kita juga bisa melakukan.....”

9.     “Hal ini bukan bagian dari kerjaan saya.”
Penting bagi kita untuk peduli dengan pekerjaan rekan yang lain. Bukan hanya karena asisten dan dosen yang yang memintanya, atau karena memang pembagian tugas.  pekerjaan itu bisa saja bersinggungan dengan pekerjaan kita. 

10.  “Kayaknya kerjaan ini terlalu susah. Nggak mungkin bisa diselesain.”
Ketika asisten dan dosen memberikan tugas, pernyataan ini jelas menurunkan kualitasmu di depan dia. Tidak mampu melakukannya? Itu tantangannya. Kalau kamu berhasil mengerjakan sesuatu di luar zona nyamanmu, maka itu bisa menjadi pencapaian tersendiri untukmu. Kamu juga bisa coba berikan ide alternatif lain yang menurutmu lebih sesuai. 

Masih banyak yang lain? Tentu saja. Tapi, Let’s fix it.
Setidaknya bagi praktikan atau mahasiswa tingkat akhir atau bahkan seorang karyawan sekalipun, punya hak dan kewajiban untuk meningkatkan kualitas diri kan. Mahasiswa farmasi, Himnae!!







Inspirasi: filmela, dhanie’s library, university student, praktikan, asistant, lecturer dan my loving university, and my loving “skripsi”.
 

Copyright © 2008 Designed by SimplyWP | Made free by Scrapbooking Software | Bloggerized by Ipiet Notez | Blog Templates created by Web Hosting Men