Senin, Januari 21, 2013

Little sist...Don't




Ringkih dan pahit
Apa kabar sih masa depanku nanti? Masih indah? Atau ruwet?
Di sore cerah hari itu, aku menerima kunjungan kecil dari gadis-gadis kecil santri disebelah rumah yang akan meminjam buku. Percakapan kami mengutus pada satu titik keibaan. Iba akan hidup kami, hidup mereka dan hidupku.
Mereka masih 12 tau 13 an tahun. Usia yang pernah aku lewati. Lugu, polos dan innocent.  Tapi lebih dari itu, mereka paham akan apa yang mereka jalani, sebagian. Sebagian lagi tidak.
Percakapan saat itu,
“Kak, punya pacar? Ada yang kakak suka?”
Ragu. Tapi aku menggeleng. ‘Suka’? harusnya mereka tanya, apa ada yang kukagumi? Tapi karena bukan lahir dari kalangan psikolog, aku tak berani berpikir jelas ke arah mana pembicaraanku pada akhirnya, jadi aku hanya mencoba-coba menjawab.
“Memang aneh ya, seumuran kakak gak pacaran?” tanyaku pada mereka.
“Ustadzah bilang gak boleh kak, tapi nanti kalau saya SMA saya mau punya pacar..,” salah satu menjawab.
Aku tertegun. Jawaban apa itu. Aku memutar otak. Pusing.
Mereka adalah seorang santri, tapi aku tak menyalahkan bagaimana mereka bisa berpikir semacam itu. Hanya saja, kadang-kadang pikiran semacam itu mucul justru ketika kita sudah menjauh dari lingkungan pondok. Seseorang pernah mengolokku (menurutku), ketika aku berkomentar tentang hidup kami yang sudah semakin menjauh dari dunia pondok.
Katanya “Mentang-mentang kamu hidup di lingkungan baik, lantas menganggap teman-teman lain menyimpang,”
Hah! Benar kah? Aku juga tak sesuci itu, tapi aku juga senaïf itu meninggalkan semua norma. Apapun yang masih tersisa dalam diriku adalah murni karena ketakutanku pada Allah, bukan orang tua atau tanggapan ringan lingkungan.
Kembali ke sore itu..
“Adik-adik.. kalian SMA masuk pesantren lagi aja, Soalnya…,”aku tak punya alasan pasti. Hanya supaya kalian tetap sholehah. Just it. Meskipun tak menjamin.
“Soalnya apa kak?”
“Soalnya… kalian pasti bakalan rindu sama kebersamaan di asrama.”
“Tapi, kami benci sama hukumannya kak. Ini itu gak boleh, dikit-dikit hukuman.”
“Hukuman di dunia itu masih kecil, cuma supaya kita tak lagi melanggar, tapi kalau di luar sana kita bebas, tak ada yang menegur, terus-terus-dan terus melakukan pelanggaran. Hukuman Allah menunggu di sana.” jawabku.
Tapi sebenarnya, gadis sepolos kalian tak akan pernah mengerti. Betapa menyakitkannya hidup diantara dunia kebebasan. Keistiqomahan kalian teruji. Dunia yang munafik akan tampak indah tapi sesungguhnya pahit. Tawa kalian hambar, hampa. Bagaimana aku menjelaskannya ya.
Aku ingat, hari-hari ketika akan melanjutkan kuliah. Aku mengajukan proposal untuk memilih jurusan tahfidz.

“Abah.. aku ingin ke Mesir, jadi biarkan aku memilih jurusan ini.” Bukan! Alasan sesungguhnya adalah aku tak berani menjelajahi dunia bebas. Dan Tak Ingin!
Ditolak.
Orang tuaku melihat nilai akdemikku selama ini, seharusnya masuk PTN.
Dan sekarang, semua ketakutanku nyata. Itu tak mudah. Pahit sekali adik-adik kalau kalian mau tahu bagaimana rasanya. Menyesakkan. Kemana-mana kalian melihat ke’tabu’an. Orang-orang yang berpihak di jalan dakwah, bekerja keras dari yang seharusnya. Apalagi yang tak sudi bekerja. Apalagi yang meninggalkan.
Kalian akan melihat bagaimana orang-orang  meminjam nama agama hanya sebagai ‘tameng’.
Ya Allah, aku bahkan manusia yang masih harus diurusi, diperbaiki, dan dilayani dalam hal ini. Lalu bagaimana dengan kehidupan sekitar kita, kita juga? Atau diam saja?
“Kak,” seseorang membuyarkan lamunanku.
“Ya..,”
“Kakak serius gak punya pacar?”
Huft…

Minggu, Januari 13, 2013

Warkah Cinta Berbau syurga



Ada yang sudah nonton serial warkah cinta? drama Malaysia yang diadaptasi dari novel warkah cinta milik A. Ubaidillah Alias, ceritanya memang kurang lebih aja dengan ayat-ayat cinta. cuma menurut saya sih, ini lebih mendalam lagi keislamanya. Setidaknya nuansa pesantrennya masih terasa (salah satu yang membuat saya maksa untuk nonton).

Kisahnya mengenai Amir Mukhlis seorang mahasiswa yang membesar dalam atmosfera agama yang subur. Perkenalannya dengan wardah adalah ketika ia berkunjung ke sekolah wardah untuk membahas majalah sekolah mereka. Rupanya kunjungan itu membuat Wardah makin terbuai angan untuk bermimpi memiliki ‘suami-pasangan-couple-soulmate’ seperti Amir.

Sebagai penghafal al-qur’an agaknya sikap Wardah mengganggu Amir. Nah, disini pokok masalahnya. Amir adalah seorang santri yang masih menghafal al-qur’an. Serius! Jadi penghafal Al-qur’an itu tidak mudah. Mereka harus benar-benar menjaga hatinya dari maksiat-maksiat. Belum lagi, Amir punya cita-cita untuk kuliah di Mesir.

Sementara itu, disisi lain, Wardah adalah wanita yang ia sukai juga. Gadis dengan nilai terbaik, paras cantik dan mulai menyatakan cinta duluan, bagaimana Amir tak jatuh hati.
Sayangnya, ayah Wardah yang terlilit hutang terpaksa menikahkan wardah dengan mantan kekasih wardah dulu sebelum ia berhijrah. Kaya dan tamak. Dan akhirnya Wardah sangat tersiksa dengan keputusan ini. Sementara itu, Amir yang sedang menimba ilmu di Mesir tak bisa dan tak mau berbuat apa-apa karena merasa itu bukan kewajibannya , meskipun dalam hatinya ia merasa sangat terluka. Terlebih-lebih, ia pernah meminta Wardah menunggunya, dengan kata lain memberi harapan pada Wardah.

Wardah pernah jatuh sakit dan tak memiliki semangat hidup ketika Amir pernah menolak cintanya secara halus. Namun, karena Amir marah terhadap tindakan Wardah, akhirnya Wardah berjanji tidak akan lagi mengulangnya. Namun, ketika akhirnya Amir harus kehilangan Wardah, Amir merasakan sendiri bagaimana rasa sakitnya itu, dan giliran dia yang jatuh sakit karena terlalu memikirkan masalahnya.

Saya greget pengen comentar
  • ·         Kesamaan ceritanya dengan ayat-ayat cinta disini, wanita duluan yang menyatakan perasaannya untuk si tokoh utama. Tapi,
  • ·         Overall, keren ini. Lebih menyejukkan film ini. Pasalnya, saya dengar pemainnya memang benar-benar orang yang berhijrah (Amiin), mereka juga gak ‘main’ sentuh-sentuhan, bahkan bila memerankan tokoh suami-istri. Real!.
  • ·         Saya terkagum-kagum dengan Amir yang selalu mengeluarkan kata-kata mutiara (nggak ‘selalu’ sih..:-p), tapi kalau memang ada laki-laki seperti ada (Ada! Ada! Tapi sangat-jarang-sekali) , wajar para wanita menyatakan cinta duluan.
  • ·         Sedikit gangguan atau banyak gangguan sih tergantung penonton (atau pembaca) mendefinisikan. Kalau dalam dunia kita –kampus, sekolah, pekerjaan, masyarakat umumnya-, Wardah mungkin tidak dianggap mengganggu Amir, dia hanya suka dan minta kepastian dari Amir.
  • ·         Sebenarnya konflik mereka adalah Amir yang kurang tegas dalam menentukan sikap sejak awal. Wardah diberi harapan, tapi tak juga diterima cintanya karena Amir sendiri takut mendekati zina. Tapi disisi lain, Amir tak sanggup kalau harus menikah muda sementara ia baru lulus sekolah dan akan melanjutkan cita-citanya.
  • ·         Saya tidak menyebutkan tokoh-tokoh lain secara rinci, seperti zaky, balqis atau yang lainnya. Karena …. Biar nonton sendiri (Hehe).

  • ·         Kalau dari endingnya, sepertinya masih gantung. Karena diakhir cerita, tak dikisahkan bagaimana kelanjutan hidup Amir, apakah ia baik-baik aja setelah operasi atau sebaliknya. Lagipula terlalu gantung ceritanya kalau Amir hanya patah hati. Apalagi ada tokoh balqis yang juga muncul beberapa kali seolah jodoh hidupnya. Atau mungkin ada memang kelanjutannya semacam Warkah Cinta2, maklum, saya  sendiri belum pernah membaca buku itu secara langsung, dan belum tahu apa memang ada lanjutannya.

Yang paling keren, ada di soundtrack  lagunya. Dinyanyikan langsung sama abang-abang UNIC yang suaranya merdu-merdunya minta ampun (Jadi ingat masa-masa SMP)

Selamanya, kekerasan tak akan pernah kalah dengan kelembutan

Sabtu, Januari 12, 2013

Time Machine Part 1



Hai.. anyeong..ini cerita tentang "Time Machine" nya snsd. Dan seperti biasa, membaca ceritanya, jangan lupa dengarkan lagu Snsd tentang Time Machine. Aku-entah kenapa- sangat menyukai lagu ini. sayang lagu Japan vers. Tapi tetap tak menghilangkan ke khasan mereka disini. Kebetulan lagu ini, hanya dinyanyikan oleh para vokalisnya- Taeyeon, Jessica, Sunny, Tifanny dan Seohyeon. Jadi terasa banget kekuatan vokal nya. 
Bay the way, aku punya usul. bawa kopi mocha dan macaron di depan laptop. Dan sekali lagi, jangan lupa! listen the music. Time machine


Jakarta, September 2012
Malam sedang sibuk…
Aku mendengarkan lagu Time machine yang kuputar keras-keras di kamar hotel.

Alone in the room that is more spacious than usual
It’s over, guess it’s over
The story created by the two of us was also in vain
I can't believe it could crumble so easily

Untuk malam ini saja, aku sedang tidak mood untuk mendengar kebisingan
“Yuri! Hei Kwon Yuuriiii,” teriak Taeyeon menggedor lemari disamping sofa tempatku sedang rebahan.
Aku hanya melirik sekilas, hanya sekilas. Karena kemudian aku menelungkupkan kembali wajahku.
“Hanya lima belas menit, aku janji hanya lima belas menit,” tawar Taeyeon padaku.
Sebagai jawabannya aku memasang wajah cemberut,”Aku lelah unnie, sungguh! Tak ada yang tahu kalau aku tak ikut acara ini, asal kau pun tak memberitahu siapapun,” kataku benar-benar malas.
“Ayolaahh!” Ia masih bersikeras.”Hei-hei jangan pasang tampang malas-mu disaat seperti ini, aku tak akan beri ampun…”
Aku benar-benar malas, tapi terpaksa mengikutinya. Konser akbar kami baru saja selesai 1 jam yang lalu. Aku belum benar-benar membersihkan make-up setelah tiba di hotel. Aku bahkan masih bisa mendengar fans berteriak-teriak dari depan gerbang hotel.
Kringggg…
Suara telpon hotel bordering, aku memberi sinyal pada Taeyeon untuk mengangkatnya. Mataku berkedip-kedip seolah mengatakan, ”unnie, please.. kau yang angkat telponnya.”
Taeyeon kemudian menatapku dibuat-buat marah, membalas tatapanku seolah ia juga mengatakan sesuatu seperti, “Hei! Beraninya kamu menyuruhku. Kau yang angkat! Atau…”
KRIINGGGG….
Suara telpon berbunyi kedua kalinya. Kali ini lebih keras. Aku terlonjak sangking terkejutnya. Dan kemudian kami berdua sama-sama tertawa. Baru kemudian dering ketiga berbunyi, Taeyeon akhirnya menyerah.
“Baiklah,”katanya.”Aku yang angkat!”
Seandainya disini ada Jessica ataupun Tiffany, tentu mereka yang akan menjawab telpon. Permasalahan kami tak berani menjawabnya adalah karena kendala bahasa. Meskipun harus bahasa inggris, kami masih sangat payah, apalagi  kalau bahasa Indonesia. Aku baru saja belajar mengucapkan ‘apa kabar’, ‘kami senang’,’kamu cantik’ atau ‘disini sangat bagus’.
“Yuri, ini untukmu,” Taeyeon memberi tahu. “Mereka bilang dari Jung eunhwa.”
Aku terlonjak untuk kedua kalinya. Tak percaya dengan berita barusan. Aku buru-buru menerima telpon yang Taeyeon sodorkan.
Anyeong..” suara di sebrang mendahului. Astaga! Ini benar-benar Eunhwa.
“Eunhwa?” aku bertanya pelan memastikan.
YURI!” ia berteriak.”Benar, ini aku Eunhwa. Omo, sudah lama sekali kita tak bicara. Dengar! Sekarang aku sedang berada di Indonesia?”
What?” aku kembali terkejut- untuk yang ketiga kalinya.”A-a-apaa? Kau menonton konserku di Jakarta? “
“Tentu saja! Tapi yang lebih penting, aku punya kejutan. Dengar! Besok pagi, aku jemput kau di depan hotel. Jangan terlambat ya, pukul 6 kau harus sudah siap!”
“Hei, Eunhwa! Apa kau tak dengar berita. Rombonganku akan kembali dini hari ini juga. Lagi pula, untuk apa aku harus mengikutimu?” kataku meremehkannya.
“Ckckck.. kau pikir aku percaya dengan omongan managermu itu. Dengar ya! Aku tak mau tahu, besok pagi aku akan menjemputmu. Aku sudah membuat janji untuk bertemu Anna.”
Glek! Siapa tadi katanya?
“Anna siapa maksudmu, Eunhwa?”

One mistake, got a one regret
Nobody is perfect

Even if I try to say and hear it
The pain won't heal no matter what



***
7 tahun silam
Seperti tahun-tahun sebelumnya, kami kembali menghabiskan musim semi dengan membolos untuk menikmati festival Cherry Blossom  selama satu hari  penuh di kota Daejeon.  Dan seperti biasanya juga, kedua sahabatku ikut membolos demi mengikuti festival ini. Lagi pula Appa tak akan member izin kalau kedua temanku tak ikut ke Daejeon. Rencananya kami akan membolos dua hari dan menginap di rumah nenekku disana. Meski festival sakura ini akan muncul juga di Seoul bulan depan, tetap saja rasanya tak akan sama dengan yang di Daejoon.
Kami berlomba secepatnya untuk sampai di Sitanjin-tempat acara ini diselenggarakan. Dari rumah nenekku, Sitanjin hanya berjarak sekitar tiga puluh menit dengan menggunakan sepeda. Salah satu  keunggulan disini adalah kita akan melewati pohon-pohon sakura yang berjejer indah. Benar-benar seperti film romantis yang selalu tayang dan berlatar musim semi. Langit biru dan cerah tanpa awan seperti ikut menikmati penyambutan acara ini.
“Kyyaaaa, aku benar-benar senang!” teriak Anna saat kami melewati pepohonan sakura, dimana bunga-bunganya berjatuhan menyentuh rambut-rambut kami yang tertiup angin.
“Indahnya, bahkan setelah bertahun-tahun tanpa perubahan, semaraknya festival ini benar-benar terasa selalu menawan. Kita harus berterimakasih kepada Yuri,” kata Eunhwa manis.
Aku tersenyum melihat kedua temanku.”Itu sih, kalian saja yang terlalu berlebihan euforianya, kalau kalian ingin berterimakasih kalian harus mentraktirku makan setelah ini” jawabku membuat mereka kesal, dan itu makin membuatku tertawa.
“Sudah kubilang kan, jangan pernah-pernah memuji Yuri. Ia bukan hanya besar kepala, tapi juga selalu meminta imbalan setiap dipuji,” sahut Anna. Aku hanya membalas dengan Aegyo-ku yang makin membuat mereka pura-pura marah.
Setelah menyelesaikan festival yang semarak kami biasanya akan menghabiskan waktu sebelum gelap di danau Daecheonghosu di tengah perjalanan pulang menuju rumah nenek. Kami akan merendam kaki kami di danau tersebut sambil menikmati bunga sakura yang juga tumbuh di dekatnya.
“Aku pernah dengar, tentang mitos persahabatan yang ada di danau ini,” kata Eunhwa kala itu. Kami berdua hanya mendengarkan.”Bahwa bila kita melempar bunga sakura ke danau secara bersamaan, bunga yang terbang, jatuh dan lebih dulu menyentuh air, artinya ia adalah yang paling setia diantara temannya yang lain, dan begitu juga sebaliknya.”
Aku terkikik dalam hati. Nyaris empat tahun aku berteman dengan Eunhwa dan hampir setiap tahun sejak aku kecil aku selalu mengunjungi danau ini. Aku tahu, ia hanya membual. Tapi toh akhirnya kami tetap melakukan ritual tersebut, karena ternyata Anna benar-benar termakan omongan Eunhwa.
Dan hasilnya, bunga Anna lebih dulu menyentuh air, ia berteriak kegirangan membanggakannya.

Right now, if I could ride a time machine
and go to meet you
I wouldn’t wish for anything else
Before the memories become distant and fleeting...
I need a time machine

***
Sayangnya, tahun berikutnya kami tak pernah lagi mengunjungi rumah nenek. Persahabatan kami memang masih utuh, namun tetap saja kupikir festival Cherry Blossom yang hanya kami rasakan di Seoul jadi terasa berbeda.
Tunggu dulu! Aku bahkan belum menceritakan tentang Eunhwa dan Anna sahabat-sahabatku. Eunhwa adalah gadis dengan sifat polos dan cuek, kadang-kadang ia bersikap dewasa, dan kadang ppula ia akan terlihat sangat kekanak-kanakan. Sayangnya, sifat cerewet dan centilnya melengkapi sifatnya yang cenderung gegabah. Sementara Anna adalah gadis asal Malaysia, yang lahir di Thailand. Ia baru 2 tahun pindah menjadi tetangga baruku. Ayahnya dipindah kerja ke Korea. Kami mulai berteman saat ayahnya memintaku utuk selalu berangkat bersama ke sekolah karena kami sama mendaftar di Baehwa All Girls High School. Ia adalah pemilik lesung pipi termanis yang pernah kutemui, dagunya pun tipe dagu belah yang sangat digilai pria.
***
Jakarta, 05.30
Langit masih berembun
Jessica, Sunny dan Hyeoyeon memasang wajah cemberut didepanku. Benar-benar membuatku bingung.
“Baabboyaaaaa.. Yuri kau bodoh! Bagaimana mungkin kau menyia-nyiakan kesempatan ini. Dasar! Babo!” aku hanya meringis mendengar kata-kata Jessica. Meskipun aku tak mengatakannya, namun dalam hati aku sungguh menyesal. Mianhe chingu…
Tiba-tiba Sooyoung menjitak kepalaku. Pelan, tapi aku tahu ia melampiaskan kesalnya. “Sekarang juga kau hapus semua yang kau tulis di notesclub, tentang cerita-cerita konyol bahwa kau sangat ingin ke bali. Setelah kesempatan emas itu benar-benar datang, kau bukan menggunakannya malah melepasnya begitu saja. Hisss… kau akan menyesal. Sungguh!”
“Unnie,” Seohyun mendekatiku, suaranya merengek.”Sepenting apa orang itu, sampai unnie rela menemuinya, dari pada bersama kami. Kesempatan belum tentu datang dua kali, unnie. Please!”
Aku hanya diam mendengar keluhan mereka. Kau benar Seohyun, kesempatan tak akan datang dua kali. Itu lah kenapa aku tak ingin kehilangan kesempatan itu lagi.
“Orang itu sangat penting,” Taeyeon tiba-tiba bicara. Dan sebelum yang lain menyahut, ia menambahkan.”Aku tahu… benar-benar tahu bagaimana pentingnya orang itu untuk Yuri.  Bahkan, bila orang tua Yuri ada disini, mereka akan mengizinkannya.”
Aku tak tahu bagaimana bila hari ini Taeyeon tak membelaku.
Tak ada yang menjawab. Aku tahu mereka semua kesal dengan keputusanku, tapi aku berharap sekali mereka akan mengerti nantinya. Tak hanya itu, manager juga marah sejak aku meminta izin untuk mengunjungi Anna.  Rencana awalnya, ketika kami mengumumkan untuk segera pulang setelah konser di Jakarta selesai adalah untuk membubarkan fans yang terus mengikuti kami. Tapi sebenarnya kami hanya ke bandara dan kembali ke hotel. Kami akan ke bali. Meskipun, hanya Snsd dan dongseng kami f(x) yang menikmatinya. Sementara yang lain akan benar-benar pulang dan menikmati kesempatannya lain kali. Hanya satu hari ke bali. tapi itu cukup, karena itu salah satu impian besar yang kami tulis- dan kami umumkan -. Dan yang lebih membuat manager marah adalah, bagaimana kalau papparazi menagkapku, atau fans mengenaliku. Tapi karena Eunhwa menjaminnya dan aku sungguh-sungguh memintanya, manager akhirnya mengizinkan hanya dengan syarat Taeyeon ikut bersamaku. Aku rasa itu tak masalah.
“Empat jam perjalanan dan jangan sampai kau mabuk. Hei Yuri, jangan pasang tampang sedih begitu. Be happy…be happy!” Eunhwa terus berkicau di dalam mobil selama perjalanan. Taeyeon tak banyak bicara hanya kadang-kadang ia menjawab apa yang ditanya Eunhwa. Aku mulai merasa tak enak padanya.
“Kau pernah mengunjungi Anna sebelumnya, Eunhwa?”tanyaku lirih.
“Pernah dua kali. Sekali saat ia masih di Malaysia. Dan yang kedua, setahun yang lalu dia sudah pindah ke Indonesia. Ia banyak berubah, kau tahu, ia sekarang muslim, ia juga jauh lebih kurus, wajah cantiknya seperti termakan usianya yang bahkan belum tua. Ia –menurutku setidaknya-  sekarang sangat ringkih.”
“Benarkah?”
Aku gugup. Gugup tak tahu kenapa.
“Yuri…,” panggil Eunhwa. Aku menoleh untuk memandangnya. “kau..kau sudah tidak marah lagi kan dengannya?”
Tiba-tiba saja ada yang berkelebat di hatiku. Aku tak tahu, tak tahu apa yang harus aku jawab. Mendadak saja aku benar-benar merasa bodoh sudah meninggalkan tujuh teman-temanku , dengan kemarahan mereka, dengan kekesalan mereka kepadaku, hanya untuk menemui seseorang yang pernah membuatku begitu marah.
Aku merasakan mataku mulai panas dan basah.
 “Yuri,” Eunhwa masih berkata lirih. “Anna hanya ingin mengucapkan maaf. Hanya itu! Itu kenapa aku buru-buru menyusulmu kemari.”
Air mataku merebak.

Just one mistake, just one regret
Even now, I still love you selfishly
 

Copyright © 2008 Designed by SimplyWP | Made free by Scrapbooking Software | Bloggerized by Ipiet Notez | Blog Templates created by Web Hosting Men