Kamis, Desember 17, 2015

Emak amatiran


Huhu... maap yak. Cerita emak amatiran.
Sepulangnya ayah sore tadi, pemandangan rada ekstrim terjadi. Buka pintu si dengar si adik lagi jerit jerit gak karuan. Badannya udah setengah mau meluncur dari kasur sangking ngamuk ngamuk gak di gendong.

Emaknya?
Kalang kabut ngurus air, karna biasanya diurus si ayah sampai tuntas. Ngurus dapur juga bagian belakang karena tiba tiba nyium bau gas nyengat. Plus lantai lantai yang basah kuyup.

Kenapa?

Karena si abang lagi asik berekspresi di kamar mandi. Pake selang, diguyur kemana mana.

Wow... lemes banget. Menanggapi kepalanya ayah yang geleng geleng dengan mata berkaca kaca. Serasa ada malaikat yang datang.

Padahal ini perdananya masih ditinggal ayah lama gini ke metro. Berangkat pagi pulang sore. Terus gimana kalo jadwal udah mulai padat. Si ayah bakal agendakan nginep. Mulai minggu ini.

Jangan tanya apa kabarnya cucian baju, cucian piring, nyapu rumah apalagi ngepel?

Nyetel agenda rumahan yang wajar sama anak anak ini gimana. Ulaaa... emak amatiran

Rabu, Desember 02, 2015

New habit episode 2


Sambil menulis tulisan ini, saya menikmati rayuan lelahnya mata yang mulai mengantuk. Tapi masih tetap terjaga diantara rengekan kecil dua bayi yang bergantian.

Sebab banyak sekali new habit yang terjadi dalam lingkup keluarga kami yang ingin saya share; sebagai pengingat pun sebagai cara untuk memperbaiki apa yang harus diperbaiki.

Di usia selabil ini, layaknya perempuan lain yang masih memerankan perasaannya sebagai pengontrol diri, saya pun begitu. Tapi saya sedang mendidik diri saya sendiri untuk tetap bertahan di sekolah kehidupan, melewati nya alih alih meliburkan diri dan istirahat.

Ketika hamil, banyak pertimbangan yang saya pikirkan sampai akhirnya saya memutuskan untuk tetap bertahan di rumah rantau bersama suami dan abang fajri sampai melahirkan. Meskipun tawaran untuk pulang kampung untuk mendapatkan amunisi yang lebih baik itu ada. Amunisi itu tentu tak hanya untuk saya, namun juga untuk anak anak. Setidaknya ada banyak yang membantu menjaga anak anak sementara saya dalam proses pemulihan.

Namun, akhirnya inilah pilihan saya. . .

Alasannya, saya meminta jawaban ini langsung ke Allah. Berharap tentu saja ini yang terbaik. Selain karena saya tahu beratnya dunia LDR yang pernah saya tempuh beberapa waktu lalu. Tentu ini bagi saya. Tak bisa dipukul rata untuk semua perempuan.

Apapun itu, akhirnya itulah keputusan saya.

Lalu, ..
Setelah episode baru itu datang, barulah saya bisa jujur betapa payahnya menjalani semua ini. Tapi inilah titik saya benar benar merasa menjadi seorang ibu. Mengurus dua bocah ini sendirian kala suami kerja.   Mandi mereka, makan mereka, rengekan mereka, ohhh rasanya, lelah itu berbuah senyum. Tapi tetap saja lelaaaah

Kami tentu tak punya waktu untuk banyak banyak mengurus diri sendiri, apalagi bertengkar. Kami harus bekerja sama menyelesaikan pekerjaan rumah berdua. Kalaulah rumah sudah seperti kapal pecah, suami tak lagi marah atau bagaimana karena ia juga paham betapa lelahnya melewati hari.

Sekolah kehidupan yang dipilihkan Allah lewat sebuah takdir bernama episode baru, anak kedua, tak mungkin tak ada maksud lain. Bila saya tuntas dan cepat lulis  naik kelas, akan hadir episode lain yang lebih baru. Apapun  itu entahlah, sedang dipersiapkan. Itulah kenapa saya memilih untuk tidak meliburkan diri. Setidaknya agar cepat lulus...

Hoahhhmmm... ngantuk!

 

Copyright © 2008 Designed by SimplyWP | Made free by Scrapbooking Software | Bloggerized by Ipiet Notez | Blog Templates created by Web Hosting Men