Senin, Februari 01, 2016

Helena 1


Coba nulis cerita di blog ya. Soalnya lewat hp. Masih acak adut, karena nulis langsung dipost, minus edit. Kapan kapan aja edit. Takut ide kabur. Wkwkwk.

***
Hujan.
Hujan tak lagi bermain dengan gerimis. Ia sudah semakin lebat seiring bertambahnya waktu. Dan pekatnya malam, serta suara air yang menghantam atap rumah tampak berduet menjadi nuansa sempurna yang mengundang kantuk.

Hanya saja Helen masih ingin awas.
Belum tengah malam. Tapi rasa dingin itu sudah menerobos hingga ke tulang. Tak ada lagi udara yang bersahabat. Membuat kantuk yang menjadi jadi.

Amplop coklat di atas meja belajarnya teronggok sempurna tak tersentuh hingga seminggu. Ia sengaja mengabaikan, sebab tak ada angan apalagi rasa pada permintaan  tentang amplop coklat itu. Isinya sebuah nama. Sebuah nama yang disodorkan nyaris berkali kali oleh seniornya. 

Ia belum tau nama siapa yang tertera disana apalagi wujud sang pemilik nama.

Hanya saja, ini soal rasa. Sekali lagi, ini soal rasa. Bukan masalah rasa pada sesosok tersebut. Melainkan rasa ambigu yang menggelanyuti semenjak permintaan kesekian itu hadir. Sudah banyak ia tampik. Ia sedang mengejar cerita hidupnya yang lain. Cerita itu bernama cita cita.

"Innalillahi..." ucapnya menahan perih.
Akhirnya ia menyadari ada yang jauh lebih penting saat ini dibanding memikirkan amplop itu(dia sering berusaha mengabaikannya). Perih sedari tadi yang ia abaikan ternyata masih ada. Rasa perih yang sempat menghilang ketika memikirkan sosok dan amplop ambigu itu. Dan baru sadar ketika ia berhenti melamun.

Hal ini sekaligus menghilangkan rasa kantuknya. Meskipun rasa amat dingin itu masih menjejak di bagian tubuh lainnya.

Pelan ia mulai berdiri. Mengambil kotak p3k yang tersedia di kamarnya. Sambil mengobati kakinya ia tersenyum.

"Ya Allah, Ya Robbi...," ia tersentak setelah lamunannya sendiri. Menyadari sesuatu yang tiba tiba hadir diingatannya.

Senyumnya kemudian merekah. Mengingat ingat kembali kejadian siang tadi. Seseorang menabraknya -ia yakin dengan tak sengaja-ketika ia buru buru mau pergi taklim mingguan. Ia buru buru karena sudah telat hingga 1 jam lebih. Perasannya campur aduk kala kejadian itu. Rintihan istighfar berkali kali keluar dari bibirnya. Sebab ia lalai berhati hati. Perempuan yang menabraknya pun tampak bingung, ahaaa... labih tepatnya seperti lelah, atau justru mengantuk. Bukannya menolong dirinya, perempuan itu justru berekspresi terkejut luar biasa.

Helen meringis. Antara tertawa lucu dan berusaha mengabaikan rasa sakit yang ada di kakinya.

 

Copyright © 2008 Designed by SimplyWP | Made free by Scrapbooking Software | Bloggerized by Ipiet Notez | Blog Templates created by Web Hosting Men