Film habibie dan Ainun merupakan film terpopuler di akhir tahun 2012. Mereka
bilang kisahnya romantis. Beberapa teman saya menontonnya berulang kali, mengisahkannya
sampai mengebu-ebu, membengkakkan mata mereka sendiri dengan menangis terus. Tapi
bahkan saat itu, masih tidak tersentuh dengan keharuan film tersebut. Kalian mengerti
betapa tidak pekanya saya kan. Tapi
kemudian saya mencoba lagi…
Habibie & Ainun
saling mengenal sejak usia remaja, berpisah di usia 72 tahun, karena yang satu
pergi, dipanggil yang lebih menyayanginya. Ketika Ibu Ainun jatuh sakit,
bertahun2 Pak Habibie merawatnya--meskipun dengan kondisi Ainun tidak lagi
mengenali Habibie. Lantas apa jawaban Habibie saat ditanya kenapa dia masih
terus merawatnya? "Dia memang tidak mengenali saya, tapi saya mengenalnya
sebagai istri yang saya cintai"; Itu cinta selama 48 tahun, 10 hari, dan
boleh jadi kelak di akherat, tidak terhitung lagi lamanya.
(repost Darwis Tere
Liye)
Sukmaku berteriak, menegaskan ku cinta padamu
Terima kasih pada maha cinta menyatukan kita
Film
ini tayang dan mulai menggegerkan pada tahun 2012. Waktu itu saya menonton di
bioskop bersama teman-teman dengan susah payah. Waktu itu pula, saya memaksa
ingin lebih menonton film ‘5 cm’ yang tayang pada waktu bersamaan dengan film
ini. Saya lebih suka tema persahabatan dalam setiap inspirasi saya. And the
last, saya menyerah karena pilihan terbanyak adalah ingin menyaksikan film
ini.
HABIBIE
& AINUN menceritakan perjalanan hidup bapak Habibie dan ibu Ainun.
Menjalani keluarga baru yang banyak kesulitan, adaptasi antar personal, ekonomi
yg belum mapan, tinggal di negeri orang lagi. Menonton film ini seperti
menyaksikan betul Pak Habibie dan Bu Ainun walaupun yang di depan mata Reza
Rahadian dan Bunga Citra Lestari. Film ini juga menjadi bentuk klarifikasi Pak
Habibie tentang kebijakan2 politiknya selama menjabat jadi presiden dulu. Pak
Habibie yang seorang ilmuwan seolah 'dipaksa' menjadi politisi dalam sistem
pemerintahan yang 'bobrok'. Pelajaran kecil lainnya kegagalan organisasi apapun
bukan karena orangnya, tapi bisa jadi 'the right
man in the wrong place', seperti kisahnya pak habibie ini. Dalam film ini
memperlihatkan beliau cuma punya cita2 satu, berdedikasi untuk tanah air dengan
menciptakan teknologi yang mutakhir. Salah satunya membuat pesawat yang aman
dan murah untuk menghubungkan 17.000 pulau di tanah air.
Nah,
saya mengingat bagaimana populernya film ini sampai membuat semua penonton di
bioskop terkesima, pulang dengan mata bengkak, menangis dan sesenggukan. Perbincangan
di kampus, media sosial, lingkungan sekitar tak habis-habisnya memuji betapa
romantisnya mereka berdua. Bahkan orang tua saya pun begitu. Teman-teman bahkan
sampai rela menonton ulang, dan menangis lagi.
Tapi
tidak saya..
Waktu
itu saya tidak menangis. Saya merasa, (saat itu) tidak punya alasan untuk
menangis. Kisah romantis ini banyak yang punya. Terlalu biasa bagi saya. Bahkan
saya memilih memposting cinta, dan
membuat cerita Rosulullah dan Khadijah lebih romantis (ini benar, tentu saja! Tapi
diposting saat film habibi ainun
sedang mengharu biru, ternyata rasanya aneh).
Saya
mulai merasa ada yang tidak beres dengan perasaan saya kala itu. Karena saya
sulit sekali tersentuh dengan hal-hal yang mengharukan. Sejak dulu. Sejak dulu
dan sejak dulu. Saya menyadarinya.
Tapi
semua semacam berputar saat saya menikah bulan lalu. Saya menyadari film ini
ternyata benar-benar indah. Setiap kisahnya benar-benar memukau. Saya seperti
baru terperangah. Soundtrack film ini
lebih-lebih lagi, membuat saya bisa mewek dan tak habis-habisnya. Sekarang saya
yang lebay…
Aku
tak pernah pergi, selalu ada di hatimu
Kau
tak pernah jauh, selalu ada di dalam hatiku
Saya
suka setiap moment yang terkisahkan
dalam film ini. Ketika cinta pertama kali hadir diantara keduanya. Begitu cepat,
tapi nyata. Saat mereka memiliki waktu berdua, dan dunia memang milik mereka
berdua. Dan memang, dunia benar-benar milik berdua saat kita ditengah hamparan
cinta. Tak peduli kita berdua saat itu dimana, di sawah, di pegunungan, di
rumah sendiri, di atas motor atau bahkan di tengah keramaian.
Saya
terlebih senang melihat kebahagiaan kedua insan ini menunggu, melihat,
menghadapi, dan menjalani kehidupan sebagai orang tua. Penantian itu juga
sedang saya rasakan kali ini. Harunya memang menyeruak. Ini seperti berita yang
saya ingin seluruh dunia tahu, bahwa kami sedang bahagia. Haha..
Suara
sang malam dan siang seakan berlagu
Dapat
aku dengar rindumu memanggil namaku
Untuk
segala permasalahan milik rumah tangga mereka juga memang menyentuh. Saya suka
sekali ketika ainun marah karena habibi tidak mau mengatur baik agenda
hariannya. Mengunci kamar sangking kesalnya. Itu pernah saya rasakan. Dulu saya
tak mengerti. Tapi kini bahkan, untuk adegan semacam itu saya bisa menangis. Saya
mengerti sekali bagaimana marahnya Ainun saat itu. Marah karena takut suatu
saat suaminya sakit.
Lembah
yang berwarna
Membentuk
melekuk memeluk kita
Dua
jiwa yang melebur jadi satu
Dalam
kesucian cinta
Ternyata
cinta sejati ada. Itu penilaian saya. Saya tentu merasa beruntung. Merasa sangat
beruntung malah. Berharap semua orang juga akan merasakannya. menikah diusia
muda, mendapat dukungan dari semua orang, kebahagiaan ini tentu bukan tanpa
kerikil. Apalagi kami masih labil. Tapi komitmen ternyata memenuhi semuanya. Ya,
cinta sejati itu ada. Coba saja…
Mengutip kata-katanya
Pak Habibie, "Kita sedang berada di gerbong yang sedang melewati
terowongan, gelap, bahkan kita tidak tahu kemana kita menuju, kapan kita akan
sampai. Tapi kita harus yakin, gerbong ini akan menuju cahaya, dan aku janji
akan membawamu ke cahaya itu.."
Dan
untuk adegan ainun sakit sampai ia meninggal tak usah ditanya bagaimana
sedihnya saat itu.
Sehingga siapa pun insan Tuhan
Pasti tahu cinta kita sejati
0 komentar :
Posting Komentar