Selasa, Agustus 11, 2015

Isi kepala


Urusan sosial media itu memang gak bisa terlepas dari urusan pamer dan dan main tunjukan. Bahkan ada yang buka sosmed nya cuma kalau lagi pengen pamer. Selebihnya, ia biarkan berdebu.

Nah, orang tidak mungkin pamer kalau niatnya bukan supaya orang lain iri. Wah... kejam nih, hihihi. Gak sih! Simple aja. Maksud saya itu... nanti saya jelas in maksud hati saya ya. Memang paling afdhol tenan itu ya mbah mbah kita zaman dulu atau orang kampungan yang gak punya sosmed. Gak kena firasat buruk orang orang bahwa ia suka pamer.

Orang yang kaya pamer uangnya (Gak mungkin dia pamer utangnya), orang yang single cantik/ganteng pamer selfie nya pake gaya yang uwow. Yang baru nikah pamer foto nikahnya, yang baru punya anak pamer foto anaknya, yang punya cucu. Yang suka musik ini pamer apa yang didengar, yang lagi bisnis juga pamer bisnisnya. Terus yang baru ke masjid pamer foto masjid nya, yang baru infaq pamer kotak amalnya (yeks..). Jiakaka... apa yang ada dibenak kalian? Segitu bahagianya hidup kalian bro? Atau segitu sedihnya hidup kamu sis? Dua pertanyaan itu pasti pernah terlintas di masing masing kepala. Sekarang masalahnya siapa yang punya kepala itu.

Nah, jadi itu maksud saya!

Tau?

Saya posting gini juga ada yang menggumam "pamer nih yeeee", "mentang-mentang..." duilee. Jangankan status saya yang abal- abal gini. Status ustadz, ilmuwan, yang nyata nyata pake ilmu dan hadist-hadist shohih aja banyak yang bilang pamer. Ada gitu?

Ada! Tergantung kepala. (Pikir sendiri yak kenapa ada yang bisa iri sama orang yang suka sharing agama atau kebaikan). Tapi disisi lain, status kebaikan itu punya nilai kebahagiaan dan manfaat buat orang lain. Sekali lagi, tergantung kepala.

Yah, ini mah ribet buat yang masih gak terima. Setiap orang masing masing punya pendapat dengan sisi sisi yang gak disukai orang lain, tapi ada sisi-siai lain yang bisa diterima orang lain. Terimalah!

Kalau gak bisa, diamlah. Tidur! Hehehe.

Orang posting foto pake cadar, ada yang komentar (atau ya cuma menggumam)
"Deuu, Astagfirullah... pamer, yang baru tobat. Baru dapat hidayah"

Tapi disisi lain ada yang komentar

"Subhanallah.. ukhti fulanah baru dapat hidayah. Wah, ana terinspirasi, hiks"

Nah, terlihat lah isi kepalanya. Padahal itu urusan hidayah. Begitu juga ketika ada yang posting tentang wedding misalnya.

"Huu... innalillahi nih si mbak, buka aurat wajah lagi cantik cantik (red: menor menor) gitu dipasang.

Disisi lain ada yang komentar
"Barakallahhu lakuma wa barokah alaik"

Heish... kelihatan kan isi kepalanya.

Gak papa, gak selalu salah. Kelihatan juga kan isi kepala saya mengjudge siapa. Saya gak bilang apa yang dikepala saya ini pasti benar. Bisa jadi ini proses pembenaran yang sebenarnya salah.

Bisa jadi selama ini saya suka ngomel ngomel sama yang suka pasang foto selfie cantik gara gara saya iri sama kecantikan mereka. Hahaha. Preet!

Walah... walah... bagi saya itu gak masalah. Karena sebenarnya apapun yang kamu tulis, kamu sharing, kamu upload, menunjukkan kamu sedang pamer isi kepala kamu.

Tapi yang paling penting. Saya masih mendukung kalau ada yang mau mengingatkan, menegur, apa apa yang melenceng. Ya udah tegur aja, " ukhti... menor banget, jangan dipasang fotonya. Ukhti, jangan dipasang itu gak pantas"

Betewe, betedong.. apa yang ada di kepala saya ini terinspirasi dari sebuah artikel yang barusan dishare teman saya. Intinya " saya memberikan asi ekslusif, tapi saya tidak merayakan pekan asi". Isi tulisan ini dibuat demi melindungi perasaan ibu ibu yang gak berhasil melaksanakan Asi ekslusif.

Lalu, diberanda hari ini pun, saya menemukan artikel yang bertolak belakang, intinya " saya tidak berhasil melaksanakan Asi ekslusif, tapi saya merayakan pekan asi"

Lho, jadi saya sebagai ibu yang sedang menyusui mendukung yang mana? Hehehe... Wah nanti ketahuan dong isi kepala saya, wkwkwk, Prett!

Saya pilih yang netral. Karena saya sendiri sedang dalam masa kritis menyusui di usia bayi 18 bulan. Saya akui perjuangannya ga main main. Lahir batin deh (untuk kondisi saya ya) Dan tiap hari pengen minta berhenti. Ibaratnya, kita lagi rewel.

Tapi masa kritis ini sudah berjalan 6 bulan, dan sampai sekarang bisa dilewati. Tersisa 6 bulan lagi. Beban terberat sih mental, fisik mungkin cuma 40% aja. Huhuhu (sedot ingus)

Menyerah sih ingin. Toh, ada banyak pembenaran di kepala saya. Banyak!!! Tapi saya pernah dapat nasihat dari tenaga medis yang pro ASI, "Di Alquran saja, sebuah nasihat dari awal zaman hingga akhir zaman,  Asi disebutkan 2 tahun, bukan kewajiban memang nilai 2 tahun itu. Tapi ilmu dalam alquran itu, penuh keajaiban yang kadang akal dan ilmu manusia belum sampai"

Ingat nasihat ini aja bisa sampai netes air mata.

0 komentar :

Posting Komentar

 

Copyright © 2008 Designed by SimplyWP | Made free by Scrapbooking Software | Bloggerized by Ipiet Notez | Blog Templates created by Web Hosting Men