Sabtu, Januari 30, 2016

Anne 1


Coba nulis cerita di blog ya. Soalnya lewat hp. Masih acak adut, karena nulis langsung dipost, minus edit. Kapan kapan aja edit. Takut ide kabur. Wkwkwk.

****

Fyuh...

Macet.
Panas mulai merambat ke ujung kepala Ana. Nyeri akhir nya yang ia rasakan. Jalan perempatan yang ia lalui sudah tak lagi beraturan. Benar benar padat merayap. Seolah siang ini semua orang kaluar rumah lalu tumpah ruah memenuhi jalan. Tak ada yang jauh lebih diinginkan daripada kamar kos nya kali ini. Sungguh.

Ia tak terlalu gesit mengendarai sepeda motornya. Kalau saja bukan karena jarak kos-kampus yang lumayan memakan waktu atau urusan gaya hidup mahasiswa masa kini, tak punya nyali ia mengendarai motor ini. Materealistis memang bukan pilihannya, hanya sudah jadi kebutuhan dari hari ke hari. Setidaknya untuk mahasiswa masa kini. Tak punya kendaraan, atau sekedar android. Seolah tak realistis.

Ana mulai lelah. Jilbab tipisnya beterbangan tak tentu arah. Lalu basah oleh keringatnya. Ia berkali kali mencari celah jalan. Mencoba menemukan gang gang tikus, tapi nihil. Ia belum hapal jalan di kota ini. Masih pemula. Sebab baru hitungan bulan yang ia jalani menjadi mahasiswa disini.

Di persimpangan kemacetan ia erat memegang kemudi. Menepi tapi tak berhenti. Kendaraannya masih bergerak pelan. Sampai seorang ibu di depannya menepi pula. Ana pikir ikut mencari celah jalan, tak taunya menepi untuk berhenti. Berhenti mendadak tepatnya. Membuat Ana oleng sesaat tapi masih awas pada lalu lalang. Ia merasa jauh mengerahkan energi kesabarannya dibanding energi untuk mengendarai kendaraannya ini. Sebab gerak yang amat lambat ini menambah persentase beban lelahnya. Sambil mencari jalan lain setelah berhentinya motor ibu tadi di depannya, ia meng gas motor. Menemukan jalan untuk menyalip, ia berusaha bergerak gesit di antara kepadatan itu. Kesalahan terbaiknya ia meng gas terlalu dalam. Tepat ketika seorang wanita terburu buru lewat di depannya. Lantas ia menabrak wanita itu.

"Ah... sial!" Umpatnya.
Wanita itu terpelanting. Ana tau itu sakit. Ia hanya merasa saja. Tapi toh wanita itu bangun lagi dengan kesusahan. Karena ia buru buru, belum sempat ada yang menolongnya. Ana tak bisa melihat wajahnya. Seluruhnya tertutup oleh cadar.
Wanita itu mendekatinya.
"Maaf ya mbak, maaf," ucap wanita tersebut lembut. Lalu bergegas pergi dan berlalu begitu saja. Dan setelahnya orang orang sekitar memandangnya dengan berbagai tatapan.

Marah dan rasa kasihannya bercampur baur.

0 komentar :

Posting Komentar

 

Copyright © 2008 Designed by SimplyWP | Made free by Scrapbooking Software | Bloggerized by Ipiet Notez | Blog Templates created by Web Hosting Men