Selasa, November 17, 2015

Persalinan kedua part 2



10 November 2015

Hari selasa, pukul 00.00,

Waktu terasa berjalan lambaaat sekali. Rasa sakit itu sudah semakin menjadi jadi,tapi bidan bilang baru akan mengecek pukul 3 dini hari menjelang. Sementara suami sudah pulas tidur, saya memutuskan untuk mendengarkan murottal alih alih menyiapkan hypnobrithing. Pada intinya saya bertawakal saja pada Allah.

Pukul satu dini hari, saya kehausan tapi tak kuat berdiri untuk mengambil minum. Perlahan air mata saya menetes. Duh, Ya Allah... rasanya melahirkan tanpa ada keluarga itu luar biasa. Kelahiran pertama pun, suami juga tidur terlelap dangan kasus yang sama; baru pulang dari luar kota, dan baru terbangun saat mendengar tangisan bayi yang baru lahir, tapi kala itu ada keluarga saya menemani.

Saya panggil suami saya yang sedang terlelap. Bebarapa kali, susah karena ia terlalu lelap. Ketika terbangun dan mendapati saya bercucuran air mata kesakitan, yang ia lakukan adalah memanggil bidan. Refleks.

Bidan datang beberapa menit kemudian. Melakukan  pemijatan refleksi supaya saya lebih tenang. Saya minta dipanggilkan suami yang masih terkantuk kantuk.

"Bu... Saya mau mengejan" pinta saya terengah engah dan menangis.

"Hmm... baiklah, tanpa suara ya"

Lalu bidan melipat kaki saya dan  memindahkan posisi badan saya menjadi menyamping sambil mengapit kaki.

"Ini membantu bayi kamu menemukan jalan lahir,"

Saya mengejan sekuat tenaga.
"Fokus mbak, jangan bersuara" bidan kembali mengingatkan.

Hari itu saya gagal untuk gak teriak teriak dan menangis. Meskipun sudah mempersiapkan hati dan mental tetap saja rasa sakitnya tidak karuan.

"Sebentar saya cek sampai mana,"

Dan ternyata, kepala bayi sudah mulai tampak.

"Wah... cepat sekali. Coba deh kamu berhenti mengejan atau ngeden. Tarik napas dan keluarkan seperti orang batuk itu. " perintahnya. Saya mengikutinya. Sampai pada batuk kedua saya merasa ada sebuah kepala meluncur keluar.

Dan tangisan itu pun keluar. Rasanya???

MasyaAllah.... sakiiiittt, tapi bahagianya. Alhamdulillah. Saya lirik jam dinding di kamar itu. 02.15

Suami saya masih menatap bayi itu dengan tatapan pucat. Ya! Wajahnya pucat semenjak ikut masuk ke ruang persalinan. Saya tau betul betapa ia tak sanggup menyaksikan hal hal semacam itu. Jangankan melihat istrinya kesakitan mengeluarkan makhluk kecil tak berdaya itu. Melihat ayam atau kambing disembelih saja dia bisa pucat pasi.

Anak kedua kami segera di urus oleh bidan dengan cekatan. Suami menyaksikan (lagi lagi semuanya). Saya pikir, baguslah dia punya pengalaman seru melihat orang melahirkan :p . Sementara itu saya masih memilah milah tenaga yang tersisa. Mengumpulkannya cuma supaya demi melupakan rasa sakit luar biasa yang baru saya hadapi. Pun begitu, saya tau masih ada lagi yang harus saya lewati. Mengeluarkan plasenta dan menikmati jahit menjahit itu.

Ya! Trauma kedua tentu saja urusan jahit menjahit yang nyeri nya akan tersisa hingga hitungan minggu. Membuat kita takut untuk ke belakang atau bahkan untuk bergerak bebas. MasyaAllah.

Tapi rasa syukur saya masih sungguh berlimpah. Allah masih mengizinkan saya menikmati rasa sakit yang luar biasa ini sehingga saya akan dipanggil "ibu" (benar benar ibu) lagi oleh anak kecil ini.
Meski kedepannya akan banyak sekali yang harus dibenahi, akan banyak sekali yang berubah, akan banyak sekali cerita.

Mereka adalah amanah,titipan sekaligus anugrah. Semoga Allah memampukan diri ini bekerja pada posisi ini semaksimal mungkin. Amiin

0 komentar :

Posting Komentar

 

Copyright © 2008 Designed by SimplyWP | Made free by Scrapbooking Software | Bloggerized by Ipiet Notez | Blog Templates created by Web Hosting Men