Kenapa kebiasaan si kecil mulai berubah lagi?
And
it makes me annoyed,
Sesungguhnya.. sebenarnya... aku sudah mengantuk
sejak tadi. Tapi memang beginilah siklus tidur kami para ibu. Yakni tergantung
bayinya, kapanpun ia ingin bangun, bangunlah kita, kapanpun ingin tidur,
tidurlah kita. Kecuali para ibu berhasil me’lobi’ si bapak untuk ikut turun
tangan mengurus bayi. Jadi bahasa kejamnya, si bapak akan mengurus bayi ketika
bayi bangun,dan membiarkan ibu tidur lelap tanpa gangguan. Dan ketika bayi pun tidur,
si ibu juga ikut terlelap disampingnya, huawaahh kejamnya...
Bahkan ketika
jam dinding sudah berdetak sepuluh kali, ia masih merayu- rayu dengan
tangisannya untuk bermain. Seolah meminta berhenti untuk dikeloni. Terpaksa dan
dengan sangat terpaksa aku menghentikan belaianku, mengajaknya bangun,
menyalakan kembali lampu kamar, daaaan, tersebarlah senyumnya. Cerah dan
meluluhkan. Tangannya bergerak-gerak lucu menatap kipas angin. Suara khas
bayinya keluar membentuk nada sambil menggenggam jari jemari kakinya. Ia
menatapku berkedip-kedip dengan matanya yang bening, lalu menambahkan senyumnya
yang manis dan mempesona, untuk mengajakku bermain.
8 bulan sudah...
Menatap lekat wajah lucunya membuatku haru
mendadak. Pertanyaan pertanyaan yang
bertahun-tahun lalu tak kian terjawab, rupanya dijawab kini.
are you my baby?
Mengingat dulu tangan bahagia ini mengangkatnya,
ia masih sangat kecil dan lemah waktu itu. Lalu ia sudah mulai bisa tertawa,
menggenggam tanganku. Oh, it’s so happy.
Selang bebarapa bulan kemudian kami menunggu gerak tengkurapnya, tak
juga hadir, sabar tentu saja ada, tapi proses menunggu dengan gelisah itu lebih
dominan. Kamu kenapa sayang? Malas kah? Atau tak mampu? Kenapa rasanya seperti
menjudge si bayi ini. Pun ketika
bulan ke 7 ia belum juga menampak rasa ingin merangkak, kami masih siap
menunggu. Bagaimanapun proses perkembanganmu itu membahagiakan, membuat kami
menunggu-nunggu. Sabar dan gelisah sudah diluap-luapkan pada suami lewat
seluler, pun disuruh sabar dan jangan gelisah. Nasihat seperti ‘semua anak
punya caranya sendiri, punya masanya sendiri untuk berkembang’ , semua itu
tenggelam dengan kicauan mereka tentang ‘Loh, anakku sudah mulai tengkurap usia
2 bulan, sudah mulai merangkak usia 7 bulan’. Lalu gelisah lagi... it is me, Mom.
Now,
8 bulan
Apa aku yang salah? Stimulasi yang kuberikan tidak begitu baik? Aku banyak
tidak belajar? Kebanyakan teori? Lalu harus belajar dari mana? Sampai-sampai
godaan untuk membelikan dan menaikkan dia di ‘baby walker’ menggiurkan dibenakku. Tapi sisi lain sehatku masih
bisa bergeming dan menggumamkan, “He is
still eight months...”
Baiklah, fokus balik lagi.
Sementara aku berebah, si kecil duduk di sisiku,
menepuk-nepukkan tangannya (dengan khas gaya bayi tentunya) dan aku bernyanyi.
“Kamu mau main apa sayang?”
Tak ada jawaban pasti keculi suara lucu dari
mulutnya.
“Oke, Ayo tepuk tangan, anak yang sholeh..”
ia menggerakkan dua tangan mungilnya untuk
dipertemukan didepan dada, mengikuti arahanku, done! Aku tersenyum. Sembari bernyanyi dan mengulanginya beberapa
kali lagi.
“Selanjutnya, geleng-geleng ya nak...”
Kembali ia mengikuti arahanku, menggelengkan
kepalanya tanpa aturan. Tawaku pecah. Lucu.
"Teriak ! Aaaaa.." aku mencontohkan. ia pun kembali mengikuti. Mulutnya bergerak melebar dan berucap, " Aaaaa" dengan ekspresi marah dibuat- buat
Stimulasi kecil ini sering diajarkan ammah2 yang
mengajaknya bermain. Tepuk tangan, geleng-geleng, memeletkan lidah, memainkan
bibir, kemudian kiss bye (boleh usul
yang lain, hehe).
Puas rasanya melihat ia ikut tertawa juga.
“Kalau begitu terkhir, sebelum kita bobo. Daadaa sayang..”
Ia kemudian mengikuti tanganku yang melambai-lambai. Gerakannya ke segala arah.
Membuatku makin terbahak-bahak.
“DAADAAA,..” ucapnya lamat dan jelas. Tentu saja membuatku surprise. Ia bahkan sudah bisa mengkuti ucapan sederhana itu. Kalau
kemarin ia juga mengikutiku bicara “Nggak” dengan keras, lalu bunyi ‘toet-toet’
juga lumayan jelas, membuatku tersihir beberapa saat. Sebelum akhirnya rasa
haru itu memuncak, menghadirkan setetes air bening di ujung mata. Tak urung aku menciuminya bertubi-tubi.
Kali ini waktunya istirahat, aku mematikan
lampu, menaruhnya kembali ditempat tidurnya, kemudian kembali pada epiode
‘keloni’. Ia masih mengeluarkan suara kecil membentuk sebuah nada lewat
bibirnya. Lalu mengangakat jemari kakinya dan membiarkannya menyentuh mulutnya.
Iamjinasiku bermain, membayangkan seolah ia bernyanyi sambil memegang mic,
yaitu kakinya sendiri. Imajinasiku tak penting. Tapi melihatnya bergerak baik
dan normal itu lebih membahagiakan. Sambil membelainya , aku mengucapkan
terimakasih karena sudah banyak membuatku tertawa dan bahagia hari ini.
Yes,
he is still eight months old