Hai, apa
kabar Samarinda?
Aku bahkan
belum meninggalkanmu, tapi aku sudah rindu padamu
Aku selalu
saja begini,
Aku
bertanya-tanya di setiap kesempatan,
Apa kau akan
tetap menjadi kesayanganku kelak
Bagaimana
jika aku (suatu saat) meninggalkanmu
Dan mulai
jatuh cinta pada kota lain
Aku pernah
bermimpi, akan selalu berada di rumahku
Di kamarku,
bahkan bila bersama keluarga baruku kelak
Tapi angan
itu terlalu ber’angin’
Tentu saja
tidak bisa
Apapun yang
pernah mereka katakan tentangmu,
Bagiku kau
menyimpan sejuta kehangatan tersembunyi
Menyimpan
sebuah perlindungan tak terbilang
Semuanya.
Sekali lagi, semuanya…
Aku suka pagi
heningmu,
Tentang sawah
di penghujung jalanku
Tentang embun
yang membasahi pepohonan depan rumah
Tentang awan
berarak sepi, di langit gangku
Aku suka
siangmu
Tentang
terikmu pertanda betapa dekat kita dengan khatulistiwa
Tentang macet
di hampir setiap jalan-jalan penting
Tentang riuhnya
rumah-rumah makan di sepanjang jalan kampus
Aku suka
senjamu
Tentang
lapangan depan rumah, basecamp rutin
para ‘ayah’
Tentang
suara-suara kecil anak-anak pulang mengaji
Tentang sunset mu di gunung pasir putih kami
Aku suka
malammu
Tentang menonton
bersama keluarga
Tentang makan
malam bersama keluarga
Tentang kepusingan
mengerjakan tugas
Aku suka
semua tentangmu
Pagi, siang,
senja hingga malam pun
Saat aku merasakan harum tanah yang tersiram hujan
Saat aku merasakan panas membara membakar kulit
Saat aku merasakan panas membara membakar kulit
Sawahmu,
gerimis rerintikmu, hutanmu, bukitmu, sungaimu, air terjunmu, rumah-rumahmu, pepohonanmu, tanahmu,
hujanmu, logatmu, makananmu…
Cukup sesak
memang kalau kita memikirkan bagaimana bila kita meninggalkannya
Gedung besar
Diknas, tentang bagaimana aku memulai tulisanku
Rumah sakit,
saat aku dan adikku pernah menginap untuk di opname
Sekolahku,
bagaimana aku mengukir prestasi dan kegagalan
Mal-mal
besar, dimana aku menghabiskan uangku disana bersama teman-teman
Perpustakaan
daerah, tempat aku bisa duduk berjam-jam
melahap buku
Tepian Mahakam,
bagaimana aku menenangkan diri dari semua kekesalan
Bukit-bukit
dekat rumahku, bersusah payah teriak memanggil sunset
Pondok
pesantrenku, dengan santri berbusana rapi, nasyid, murottal, muhadhoroh, bahasa
arab
Makam,
mengenang tes keberanian kami tengah malam disana, beberapa kali
Kampus
sederhanaku, dan aku sudah jatuh cinta seutuhnya pada farmasi
Rumah makan,
penjaja makanan, menghabiskan waktu mencicipi kuliner makanan
Air terjun
tanah merah, kolam renang dan taman bunga SS, kebun raya, islamic centre dan
tempat wisata lain
Jalanan-jalanan
tikus dan besar seperti labirin, yang katanya
tak akan membuatmu tersesat
Bahkan aku
ingat rumah-rumah mereka, tempat menjalin silaturrahmi
Aku suka fakta
bahwa aku lahir disini
Aku suka
menjalani masa kanak-kanakku disini
Aku suka
bagaimana aku beranjak dewasa disini
Aku suka saat
tertatih-tatih menyelasaikan tugas kuliahku
Semua disini…
Kota ini
lebih dari menyimpan sebuah kenangan
Ia seperti
suatu kotak imajinasiku
Aku akan
membukanya suatu saat
0 komentar :
Posting Komentar