Minggu, November 25, 2012

“Mistake” Story. part 2




Aku terisak di kamarku. Semenjak aku memutuskan pulang ke rumah, aku tak ingin diganggu siapapun. Aku tak peduli dengan jadwal kegiatan apapun yang ada saat ini. Toh, tanpaku mereka akan tetap tampil. Beberapa kali teman-teman menghubungiku, minta maaf dan berharap aku kembali. Tapi, aku menolak. Masih tak sanggup, apalagi bertemu Yoona.

How much longer must I cry? As I’m trusting that promise
You lied to me to wait for you Even my greedy side has grown weary/tired

Selama ini, aku tak pernah benar-benar dekat dengan Yoona. Ia adalah orang tersibuk saat ini diantara kami. Image dirinya dengan image diriku terlalu jauh. Aku yang selalu diam, kerja keras dan dijuluki Ice princess karena sifat mudah marahku, sementara Yoona yang selalu terlihat imut, cantik, manja dan mempesona apapun yang ia lakukan. Orang-orang bahkan tak pernah percaya ia punya sifat buruk. Dan itu semua hanya karena ia berwajah cantik. Semua ini konyol, pikirku.
Aku terhenyak saat ada yang mengetuk pintu kamarku. Namun, aku tak juga mampu bergeming.
“Unnie, omma menyuruhmu makan,” suara krystal dari balik pintu memanggil.
“Aku tak lapar,” jawabku lirih.
“Unnie, sampai kapan mau mengurung diri seperti ini. Semua masalah sudah selesai unnie…,” ucap krystal lagi. Aku hanya diam, tak menjawab.
“Unnie, boleh aku melihatmu? Aku ingin sekali bicara,” pintanya. Aku berpikir sebentar, kemudian berdiri dan membiarkan pintu terbuka. Wajah krystal sebenarnya membuatku agak perih. Adik semata wayangku ini,-meski aku percaya ia benar-benar adikku- tapi ia memiliki wajah innocent seperti milik Yoona.
Meski tersenyum, matanya masih terlihat sembab.
“Semua orang memikirkanmu. Kau kenapa? Bahkan kau tak mau cerita padaku?” tanyanya, sambil menyentuh pipiku.
“Aku hanya ingin sendiri, itu saja?”
Waeyo? Kau tak percaya kalau kami tak akan lagi mengungkit masalah ini?”
Entah mungkin karena lelah, aku tak berdaya menjawab semua pertanyaan adikku. Aku hanya merasakan lelah dan tak ingin diganggu.
“Kau tak rindu teman-temanmu? Mereka berkali-kali menanyakanmu? Bahkan sunbae yang bertemu denganku, semua menanyakanmu?”
Aku masih tak menjawab. Hanya membalasnya dengan diam
***
“Sebentar lagi aku mau ke taman Baehwa omma,” kataku sambil mengambil remot TV dan mulai menyalakan TV, mencari-cari channel yang menurutku menarik.
“Hmm..pergilah. Kau memang harus mencari angin untuk menenangkan hatimu,” ucap omma yang sedang sibuk mengupas apel.
“Aduh, omma, mana ada hubungannya angin dengan menenangkan hati. Angin ya angin, hati tenang berbeda lagi caranya,” sahutku
Omma tertawa mendengar ucapanku, “Setidaknya, putriku sudah bisa bercanda lagi. Kembali cantik dan menawan,” ujarnya. Aku tersenyum mendengar gombalannya. Hmm.. aku tersentuh.
“Omma…,” panggilku kemudian, perlahan aku mulai mendekatinya dengan manja. “Omma, benarkah aku cantik?”
Omma tertegun sejenak, namun kembali tersenyum. “Menurut omma itu pertanyaan retoris sayang,” jawab omma.
Waeyo?”
“Ya, karena kau cantik,” jawab omma singkat.
Sebenarnya aku ingin sekali melanjutkan pertanyaanku, tapi itu berarti aku mengakui bahwa aku memiliki rasa -semua perasaan ini aku agak malu memilikinya- cemburu.
“Lalu, bagaimana dengan krystal? Bisa kah omma menentukan mana yang lebih cantik?”
Omma masih melanjutkan mengupas apel, sampai sekitar 30 detik ia tak menjawab pertanyaanku. “Kenapa sayang? Kau merasa cemburu dengan kecantikan seseorang?” tebak omma langsung.
“A,aaku..,” kataku terbata-bata.
“Kau ingat ini ya sayang, ‘cantik itu dari dalam sini,” kata omma, ia menunjuk dadaku. “Hati kitaah yang sesungguhnya membuktikan secantik apa diri kita. Wajah yang cantik tak bisa selalu dielu-elukan. Jadi, kalau ada orang cantik yang dipuja orang, itu karena kecantikan hatinya melebihi wajahnya.”
Aku tertegun dengan ucapan omma. Memikirkannya dengan baik.
“Jadi, itulah kenapa aku selalu merasa tak begitu cantik. Begitu kah?” tanyaku.
Omma hanya mengangguk sambil tersenyum simpul. “Bisa jadi sayang,” ucap omma. “Nah, kalau kau tanya mana yang lebih cantik diantara kau dan krystal, seharusnyaaaa…,” omma memotong kalimatnya, dan kemudian melanjutkan”…seharusnya kaulah yang lebih cantik. Karena kau lebih dewasa, sementara ia masih ababil- ABG labil-“ Omma tertawa setelahnya. Aku juga ikut tertawa atas candaan Omma. Kemudian ia melanjutkan “Karena yang omma tahu, kalian sama-sama egois, pemarah dan cepat bosan.  Tapi disisi lain, ia… meneladanimu.”
Dia meneladanimu, kata-kata itu seperti aji pemungkas yang membuatku tersenyum.
Tanpa sengaja aku melihat ke layar TV. Disana aku melihat drama yang dibintangi oleh Yoona. Perasaanku yang awalnya membaik, mendadak mulai merasa tak nyaman lagi. Buru-buru aku mematikan TV.
“Omma, aku mau ke taman,” ucapku mengecup pipi omma dan mulai pergi. “Dadah..bye
***
Hari ini cerah sekali, aku berjalan dengan ringan. Sesuatu yang jarang aku lakukan, tapi sangat suka aku lakukan. Untuk mengamankan diri, aku sengaja menggunakan jaket dan topi. Setidaknya, aku bisa merasakan angin segar, meskipun harus sembunyi-sembunyi begini.
Wangi pohon cemara yang baru mekar tampak terasa kesegarannya. Sesore ini, taman Baehwa masih tak banyak pengunjung. Aku memasang headset yang tadi kubawa, memutar lagu favorit kami, mistake.

I knew I couldn’t have you , But my heart (my love for you) just kept growing
It’s my mistake for, Waiting by myself Regretting by myself
Loving you, Even though my heart was hurting/aching

Namun tiba-tiba saja , belum sampai setengah jam aku bersantai, aku mendengar suara terisak tepat disamping gedung kecil yang terletak disamping taman saat. Aku mengentikan aktivitasku barusan, bersenandung.  Agak takut tapi disertai rasa penasaran yang melanda, aku mencoba mendekat. Aku benar-benar berpikir 2 kali kali lagi untuk mendekat sebenarnya. Tapi, ketika suara isakan itu tampak mulai mereda dan berganti tawa riang aku justru makin penasaran.
Dengan langkah pelan aku kembali mendekati tempat tersebut.  Ruangan yang kudekati tampaknya tak benar-benar bergabung dengan gedung tua dan sepi ini. Ruangan ini terpisah dan hanya membentuk uangan kecil. Lebih seperti ruangan bawah tanah, meskipun ia tak benar-benar berada dibawah tanah. Tempatnya cukup kecil, menjijikkan karena tumbuh lumut-lumut yang tumbuh tebal disetiap dinding. Suara bicara seseorang yang menjadi sosok penting disana sepertinya sudah mulai terdengar. Aku berhenti sesaat berpikir untuk mengurungkan niatku yang kedua ini karena takut kalau ada hal yang tidak baik terjadi, setidaknya sampai aku mendengar dengan jelas seseorang yang bicara sejak tadi, seseorang yang membuat orang-orang didalamnya menangis dan tertawa tadi.
“…ini sudah hampir sebulan, kalian benar-benar terlihat baik sekali ya…,”
Aku merasa ada yang tak beres, dengan susah payah aku kembali mendekatkan telingaku pada dinding yang memisahkan kami –aku dan orang-orang itu-.
“…Sagwa, bulgogi, kimchi, daging bumbu pedas, …,”
Aku ternganga saat mengenali dengan baik suara itu. Orang itu, benarkah?
“..dan buah-buahan, masih butuh lama lagi untuk kemari…”
Aku mengintip dari celah, masih tak percaya.
“…minhe, mianhe… aku harus pergi, harus pergi,”
Orang itu buru-buru keluar dari ruangan, disaat yang sama aku tak sempat bersembunyi menghindari pertemuan ini. Matanya terbelalak saat melihatku, ia tampak sangat terkejut.
“Aa..aa..pa yang kau lakukan di..di..di sini?” ucapnyaa terbata-bata.
Aku juga masih merasakan syok,” Kau sendiri?,” tanyaku tanpa sadar, dan aku menambahkan,”Kau ngapain dengan orang-orang itu… Yoona?”
***
Kami tampak canggung, padahal ini baru seminggu kami tak bertemu.
 “Aku, aku… minta maaf,” ucap Yoona parau dan gugup.
Kami berdua memilih duduk di ayunan yang berdampingan yang ada di taman. Beruntung hari ini sangat sepi, tak ada yang lewat dan mengenali kami.
 “Unnie, aku berharap kau tak menceritakannya pada yang lain,” ucapnya resah.
“Kenapa? Kau pasti punya alasan melakukan semua ini?”
Ia mengangguk pelan.“Mereka… mereka… anak asuh ku?”
Aku tak menjawab meskipun terkejut dengan ucapannya.  “Mereka, anak asuh omma dulu sebenarnya, tapi semenjak omma bercerai dengan oppa, mereka tak lagi terurus.  Meskipun, mereka sekarang sudah bukan lagi anak kecil, tapi hidup mereka masih tak karuan. Kau lihat sendiri bagaimana mereka tampaknya kan unnie..,”
“Tapi kau bisa mengatakan semua itu pada kami. Kita bisa saja memberi kehidupan layak pada mereka. Kita bisa membantu mereka, tak perlu kau lakukan sendiri,” terangku kemudian.
“Untuk masalah ini, aku sudah pernah mengatakan niatku pada manajer, unnie. Tapi ia justru menyarankan media melihatnya, agar popularitas kita terdongkrak. Itulah yang aku tak inginkan. Itulah juga mengapa aku mengurungkan niatku untuk membicarakan ini dengan kalian. Aku disini hanya ingin menolong. Aku lebih tak mau mencapur adukkan antara ketulusan hati dan mendapatkan popularitas, itu hanya membuatku makin tak tenang,” terangnya sambil mulai berkaca-kaca.
Aku tecenung sejenak dengan ucapan Yoona. Bagaimana ia bisa memikirkan hal tersebut sampai sejauh ini. Sebelum aku bertanya ia mulai melanjutkan, “ Aku hanya memberi mereka makanan-makanan yang setidaknya dapat membantu mereka hidup dengan baik untuk beberapa hari. Sementara untuk pakaian, aku hanya memberi mereka uang.”
“kau memberi mereka uang? Apa mereka tak bekerja?” tanyaku.
Ia mengangguk,” Mereka bekerja, unnie. Tapi masih tetap tak terurus. Itulah yang membuatku gelisah, sebanyak apapun aku memberi uang, mereka akan menghabiskannya tanpa aku tahu untuk apa. Dengan semua aktivitas kita yang padat ini, aku bahkan tak punya waktu untuk memikirkan jalan terbaik untuk mereka. Tapi, setidaknya melihat mereka masih bisa makan dengan kenyang, dan tawa mereka saat menerima uang adalah hal terbaik yang pernah kurasakan. Ketulusan hati itu, membuatku merasa tenang. Ketenangan hidup itu lebih mahal dari apapun di dunia.”
Ketenangan hidup itu lebih mahal dari apapun di dunia. Aku mengulangnya dalam hati. Kau benar Yoona. Dan aku menyesal, bagaimana mungkin aku tak mengenal siapa dirimu. Kau mampu bersikap dewasa lebih dari yang aku tahu.
“…Unnie, aku juga ingin minta maaf. Kau pasti sakit hati sekali” ucapnya menyadarkan lamunanku.
“Untuk apa? Ah, untuk masalah itu?” aku mendadak ingat masalahku beberapa hari lalu. “Aku menagis terus-terusan. Jangan merasa bersalah, Yoona. Karena kau benar, aku pergi sebentar untuk belajar bagaimana mengenali sifat pemarahku ini. Aku benar-benar egois kalau menyalahkanmu waktu itu. Akulah yang salah dan hampir merusak nama baik kita yang banyak kau bangun..,”
“Tidak..unnie, bukan itu maksudku…,”
            “Sudahlah…, kau memang cantik kok, kau pantas sekali mendapatkan semua cinta dari banyak orang,”
“Unnie… sudahlah…masalahmu sudah benar-benar selesai kok…,” ia mencoba menyela, tapi aku melanjutkan.
“Aku sudah bilang, aku telah menyadari semuanya. Aku menyadari bahwa kecantikan itu bisa dilihat dari hati. Dan hatimulah yang membuatmu tampak sangat cantik. Jika aku berusaha memperbaiki diri dengan belajar dari kesalahan masa lalu, aku akan mulai menghargai bagaimana proses menjadi cantik itu tumbuh dalam diriku. Benar kan?”
Mata Yoona mulai tampak basah, tapi aku melanjutkan  “…Aku beruntung, beruntung seberuntung-beruntungnya. Memiliki keluarga terbaik, omma, appa, krystal, kalian berdelapan dan orang-orang lain yang selalu mendukungku. Apapun jalan kita, aku harusnya bersyukur,”
Yoona tersenyum,” Aku senang kau mengerti unnie.,” katannya. “Kau tahu unnie, kedewasaan itu muncul karena kita belajar untuk menjadi dewasa. Kedewasaan tidak lahir begitu saja, kedewasaan adalah proses. Setiap aku lelah, setiap aku merasa memiliki beban berat atas tugasku, setiap aku mendapat masalah apapun itu, aku selalu mengingat kalian. Taeyeon unnie yang tenang disaat apapun, Jessica unnie yang selalu berusaha lebih baik, Sunny unnie berani melewati apapun, Tiffany unnie yang penyayang,  Hyoyeon unnie yang perhatian, Yuri yang apa adanya, Sooyoung yang unik dan tak ada tandingannya dan seohyeon yang masih begitu polos. Aku juga melihat kalian melewati semua masalah dengan sekuat tenaga alih-alih lari dari masalah yang membetot kalian., dan kalian masih bertahan dengan hidup yang kalian pilih. Dan itu membuatku semakin kuat menjalani semua ini, dan tetap ingin berada diantara kalian,”
Aku semakin terkagum-kagum dengan kedewasaannya, “Aku jadi merindukan teman-teman, “ kataku tanpa sadar.
“Nah…,” Yoona bangkit dari duduknya,” tunggu apalagi unnie, kau harus segera pulang ke asrama!” pintanya memaksa. Ia setengah menarik tanganku. Jadi, mau tak mau aku ikut berdiri. Tapi sebelumnya aku berhasil mengacak rambutnya. Berhasil.  Meskipun ia lebih tinggi dariku.
“Unnie… kau..ah, jangan,” teriaknya dan berlari menghindari tanganku, tapi aku buru-buru mengejarnya.
Pada senja itu, kami berjalan beriringan menyambut teman-teman lain yang menunggu kami di asrama.  Dalam canda tawa kami, sesungguhnya kami meresapi  air mata masing-masing. Mencoba meredakan gejolak hati yang sebelumnya sempat menghentak-hentakkan keteguhan hati kami.
Dan senja pun berganti malam.

The End

1 komentar :

Fauzia Sadia Dhanies on 11 Desember 2012 pukul 04.55 mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

Posting Komentar

 

Copyright © 2008 Designed by SimplyWP | Made free by Scrapbooking Software | Bloggerized by Ipiet Notez | Blog Templates created by Web Hosting Men